
Presiden Prabowo Tiba di Brasil Hadiri KTT BRICS
Presiden Prabowo Subianto, tiba di Brasil pada Senin pagi waktu setempat. Kehadirannya dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang diselenggarakan di ibu kota Brasil, Brasilia. Ini merupakan kunjungan resmi pertamanya ke Amerika Selatan sebagai kepala negara.
Sambutan Resmi dan Agenda Awal
Setibanya di Bandara Internasional Juscelino Kubitschek, Presiden Prabowo disambut secara resmi oleh pejabat tinggi Brasil dan perwakilan dari negara anggota BRICS. Setelah menerima upacara penyambutan, Presiden langsung menuju tempat pertemuan bilateral dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva.
Fokus Pertemuan: Ekonomi dan Ketahanan Pangan
Dalam KTT kali ini, Prabowo dijadwalkan menyampaikan pandangan Indonesia terkait kerja sama multilateral dalam menghadapi tantangan global. Fokus utamanya adalah pada isu ketahanan pangan, transformasi digital, serta keadilan ekonomi dunia. Selain itu, Presiden juga akan menekankan pentingnya keterlibatan negara-negara berkembang dalam sistem keuangan global yang lebih inklusif.
Indonesia dan Hubungan dengan BRICS
Meskipun Indonesia belum menjadi anggota BRICS secara resmi, negara ini diundang sebagai observer dalam beberapa forum penting. Kehadiran Prabowo di KTT ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam membangun kemitraan strategis dengan negara-negara anggota BRICS seperti Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
Pertemuan Bilateral dan Peluang Investasi Presiden Prabowo
Di sela-sela KTT, Presiden Prabowo juga dijadwalkan melakukan pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin negara lainnya. Beberapa agenda pembahasan meliputi kerja sama pertahanan, investasi infrastruktur, ekspor komoditas unggulan, dan pemanfaatan energi bersih. Pemerintah Indonesia berharap kunjungan ini dapat memperluas akses pasar dan menarik minat investor asing ke sektor strategis di Tanah Air.
Komitmen untuk Tatanan Dunia Baru
Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi bagian dari dunia multipolar yang lebih adil dan seimbang. Ia menyampaikan bahwa kekuatan besar harus mendorong dialog dan perdamaian, bukan persaingan kekuatan militer dan ekonomi. Komitmen ini sejalan dengan kebijakan luar negeri bebas aktif yang dipegang teguh oleh Indonesia sejak awal kemerdekaan.